Pendidikan & Lingkungan
2 September 2008 § Leave a comment
Pendidikan adalah hal yang mutlak dalam kehidupan. Ia menjadi urgen dalam rangka menciptakan kebudayaan yang maju dan berperadaban. Penilaian maju atau mundur suatu masyarakat (bangsa), tinggi atau rendah peradaban yang dimilikinya, diukur dari tingkat pendidikan yang dimiliki masyarakat tersebut.
Dalam Alquran disebutkan, pendidikan dan pengajaran merupakan bagian dari awal penciptaan manusia pertama, yaitu Nabi Adam. Oleh karenanya, Adamlah yang kemudian menjadi khalifah di bumi, meski sempat mendapat “protes” dari para malaikat. Malaikat merasa lebih pantas, karena merasa memiliki sipiritualitas yang lebih, selalu taat terhadap perintah Allah. Tapi, menurut Allah, untuk menjadi khalifah di bumi dibutuhkan mahluk terdidik, tidak hanya secara spiritual, tapi juga secara intelektual.
Oleh karenanya pula, Adam menjadi mahluk yang terhormat di antara mahluk-mahluk lain, meski menunai bantahan dari iblis, yang enggan sujud hormat kepadanya. (Albaqarah: 30-34). Iblis merasa lebih terhormat, karena diciptakan dari api, ketimbang Adam yang hanya dari tanah. (Shad: 76). Karenanya, ia menolak sujud hormat kepada Adam. Menurut iblis, kehormatan diukur dari bentuk lahiriah. Oleh karena itu, secara lahiriah, dialah yang merasa pantas disujud-hormatkan. Tapi bagi Allah, kehormatan lahir dari pendidikan dan pengetahuan.
Tujuan ideal pendidikan dan pengajaran adalah mengaktualisasikan potensi kecerdasan spiritual dan intelektual yang telah tertanam dalam diri setiap manusia, dan mengintegrasikan akal dan hati. Dalam agama Islam, tindakan apa pun tidak akan terlepas dari unsur ilahi.
Setidaknya ada empat unsur yang menjadi faktor keberhasilan pendidikan dan pengajaran, yaitu keluarga, lembaga pendidikan (sekolah), masyarakat, dan pemerintah.
Faktor-faktor tersebut harus selaras dan saling mendukung dalam proses pendidikan. Apa yang disampaikan oleh sekolah kepada perserta didik mesti mendapat dukungan dan tindak lanjut dari lingkungan keluarga. Setelah itu, ia jangan dibiarkan terseret arus pergaulan masyarakat yang tidak sesuai dengan ajaran-ajaran yang diperolehnya di keluarga dan sekolah. Sebab, lingkungan masyarakat sangat berperan dalam membentuk karakter spiritual dan intelektual seseorang.
Demikian pula dengan pemerintah, hendaknya tidak mengeluarkan kebijakan yang memasung kebebasan peserta didik untuk menjalankan ajaran dan didikan yang diperolah dari sekolah atau keluarga.
Ketimpangan dan tidak selarasnya faktor-faktor tersebut akan menyebabkan kegagalan dan tak tercapainya tujuan pendidikan yang ideal, juga akan menimbulkan kebingungan pada peserta didik, karena dihadapkan pada hal-hal yang bertentangan.
Pembacaan lebih jauh ini didasarkan pada hadis Rasul yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam Shahih-nya dari Abu Hurairah. Rasul bersabda, “Setiap anak dilahirkan dalam keadaan al-fithrah (Islam). Orang tuanyalah yang berperan menjadikannya yahudi, nasrani, atau majusi.”
Artinya, karakter dan perilaku spiritual seseorang sangat dipengaruhi oleh lingkungan di mana ia tinggal. Keluarga adalah lingkungan terdekat dan terkecil, selanjutnya adalah lingkungan sekolah, masyarakat, kemudian negara. Lingkungan-lingkungan itu tentu saja tidak hanya mempengaruhi perilaku spiritual, tapi juga intelektual.
Leave a Reply