Fatwa MUI

2 February 2009 § 5 Comments


Hampir semua orang tahu kejujuran ini: MEROKOK DAPAT MENYEBABKAN KANKER, SERANGAN JANTUNG, IMPOTENSI DAN GANGGUAN KEHAMILAN DAN JANIN. Di televisi atau radio, peringatan itu selalu menjadi penutup dari semua iklan produk rokok. Semua itu ditulis kapital sehingga mencolok, dan disampaikan penuh penekanan. Barangkali, rokok adalah satu-satunya produk paling jujur. Ketika iklan produk-produk lain selalu berusaha tampil meyakinkan dengan menonjolkan kualitas, azas fungsi dan manfaat yang terkadang secara berlebihan, dan peringatan-peringatan efek samping selalu disamarkan, rokok sebaliknya. Ia sama sekali tak melakukan semua itu, dan justru menonjolkan efek samping secara gamblang. Begitu jelas.

Peringatan – bahkan cenderung seperti ancaman – itu tentu tak kurang hebat. Sebab, jiwa yang menjadi sasaran ancaman. Peringatan itu telah begitu benderang bagi siapa pun, kalangan perokok atau bukan. Jika benar, setiap fatwa MUI yang dikeluarkan selalu atas pertanyaan dari (sebagian) masyarakat, kemungkinan masyarakat yang bertanya (tentang rokok) itu tak sedang hendak mencari terang perihal seluk beluk rokok. Salah alamat, bertanya kepada MUI soal seluk beluk rokok. Jika ada pihak yang paling otoritatif untuk dilempari pertanyaan perihal rokok kemudian mengeluarkan fatwa tentangnya, maka itu adalah para “ulama” medis. Tapi, bahkan, sepertinya bertanya kepada “ulama” medis pun sebenarnya tak perlu. Sebab, sekali lagi, rokok adalah satu-satunya produk paling jujur. Peringatan bahwa rokok dapat menyebabkan sekian penyakit telah begitu gamblang tertera di antara bayang-bayang kenikmatannya. Dan hampir semua orang tahu itu.

Lalu, kenapa itu terjadi, kenapa ada sebagian masyarakat yang bersandar kepada (lembaga) agama, dan melemparkan pertanyaan kepada mereka yang dianggap otoritatif di dalamnya, ketika semuanya telah begitu terang, gamblang dan rasional? Mungkin sekedar untuk mendapatkan kenyamanan dan ketenteraman jiwa, ketimbang benar-benar ekspresi ketak-mengertian kemudian benar-benar hendak mencari jawaban yang rasional. Barangkali, masyarakat penanya tersebut adalah orang-orang yang akan lebih merasa mantap jika agama telah ikut memutus, meski secara rasional sebenarnya mereka sendiri dapat memutus. Yang rasional mungkin selalu bisa menjawab, tapi tak selalu bisa menentramkan. Pada saat seperti itulah agama menjadi penting.

Inilah masa – seperti kata-kata Goenawan Mohamad dalam prakata Tuhan & Hal-Hal Yang Tak Selesai – ketika Tuhan tak bisa ditolak dan agama bertambah penting dalam hidup orang banyak, memberi kekuatan, menerangi jalan, tapi juga membingungkan dan menakutkan.

Karena MUI tak mengeluarkan fatwa kecuali ada pertanyaan dari masyarakat, maka fatwa rokok MUI menjadi penting – “memberi kekuatan, menerangi jalan” – tentu saja semestinya terbatas semata bagi masyarakat yang bertanya dan merasa berkepentingan, atau orang-orang yang sependapat dengan alur logikanya. Tak adil, jika yang tak bertanya dan tak pula merasa berkepentingan dengan fatwa itu, kemudian dibebankan menanggung dan menjalankan fatwa itu.

Jadi, katakanlah, fatwa MUI hanyalah sebuah “pendapat” sekelompok orang, yang terdengar gagah – mungkin “menakutkan” – dengan nama “fatwa”.

Dan, posisi MUI yang tak jelas – tidak memiliki posisi struktural dalam pemerintahan, kenyataannya seperti membayang-bayangi (atau di bawah bayang-bayang) pemerintah – dianggap “membingungkan”, kerap menimbulkan asumsi yang semestinya tak dibenarkan: fatwa MUI adalah sikap pemerintah.[jr]

Tagged: , , , , , ,

§ 5 Responses to Fatwa MUI

  • Betul Pak. “Yang rasional mungkin selalu bisa menjawab, tapi tak selalu bisa menentramkan. Pada saat seperti itulah agama menjadi penting”
    Jika sudah terjawab oleh rasio dan tenteram oleh agama, kenapa masih ada keraguan untuk mengakuinya sebagai keputusan bersama?

    Like

  • maslaahnya, siapakah MUI dalam struktur kepemerintahan kita?

    kalo ia bagian dari pemerintah, maka keputusan2 yang diambil tentu menjadi keptusan bersama, sebagaimana perda DKI jakarta tentang larangan merokok yang berlaku di area2 tertentu di seluruh wilayah DKI. keputusan MUI bisa dianggap seperti UU. kenyataannya kan MUI bukan bagian dari struktur kepemerintahan. maka, keptusannya tidak bisa dianggap sebagai keptusan bersama, kemudian berlaku untuk semua. ia hanya keputusan (pendapat) sekelompok orang saja.

    Like

  • zulfaisalputera says:

    Kalau keputusan itu lebih banyak manfaatnya, kenapa harus dipertanyakan.
    Ulama (terlepas masuk struktur atau tidak) dan umara adalah orang yang sudah diamanahkan oleh Tuhan untuk kita takzimkan di mana kita berada dalam satu geografis dengan mereka.

    Yang gagah gagahan justru kita yang belum se apa-apanya ilmu dibanding mereka para ulama.

    Belajar rendah hati menerima sesuatu yang disampaikan oleh orang lain yang sesuai dengan kapasitasnya.

    Semoga ada rahmat dari Allah yang diberikan kepada kita yang pandai mematut diri.

    Tabik!

    Like

  • muhammadsurya says:

    menurut wakil ketua fatwa MUI, fatwa-fatwa MUI kemarin disusun oleh 500 ulama-ulama seluruh Indonesia yang memiliki kompetensi dibidang memberikan fatwa dan 700 peninjau yang ahli di berbagai bidang baik dalam dan luar negeri. mereka semua bermusyawarah dan berdiskusi untuk sampai membuat kesimpulan membuat fatwa-fatwa tersebut.

    kebanyakan orang yang saya tanya pendapatnya mengenai hal ini, mereka hanya melihat fatwa2 ini sekedar pada kesimpulan akhirnya saja, bahwa rokok itu haram, golput haram, dan lain2. mereka tidak coba melihat argumentasi dan dalil2 yang menjadi dasar kenapa hasil akhirnya dikeluarkan fatwa seperti itu. setiap fatwa yang dikeluarkan MUI pasti ada dasar argumentasi, pertimbangan2, hasil riset, pendapat para ahli di berbagai disiplin ilmu yang berkaitan, dan lain2. dan hal inilah yang patut kita ketahui, pelajari dan diskusikan. jangan hanya hasil akhirnya saja. sepakat?

    aku sendiri masih dalam tahap mempelajari dan mencari informasi mengenai hal ini. aku tidak mau asal ikut-ikutan. mengikuti atau menolak harus atas dasar faham dan mengerti argumentasi yang dibangun.

    Like

  • habibah azzahro says:

    halal jelas , haram jelas , berlaku untuk semua orang islam.
    fatma mui ini tidak jelas, hanya berlaku untuk sebagian orang dan situasi.
    yang mengikuti berarti tidak jelas dan bingung.
    yang ngomong ini orang tidak jelas dan bingung

    Like

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

What’s this?

You are currently reading Fatwa MUI at Warung Nalar.

meta

%d bloggers like this: