Antologi Status [5]

21 October 2009 § 1 Comment


Status-status pilihan yang ditulis pada rentang 1- 20 Oktober 2009
————————————————————————–

Masa lalu menjadi romantika atau trauma, masa depan menjadi harapan atau ancaman, akan memengaruhi apakah masa kini kau bahagia atau menderita. [1 Oktober 2009/20:24 WIB]

Karena kasih sayang itu anugerah Tuhan serupa hujan tak bermata, membasahi apa saja di wajah bumi: lembah landai hijau oleh rerumputan atau pun bukit terjal bebatuan. Dimangsa masa, kini, hijaumu tinggal sisa. Dan sebab anugerah kasih sayang, kekasih akan tetap di sisi. [2 Oktober 2009/19:55 WIB]

Sebagaimana buah kerja mereka: kekayaan dan popularitas, buah hati mereka: putra dan putri, pun bahkan tak dapat menyelamatkan dan menyatukan tenunan cinta mereka yang terurai. Entah bagaimana mereka berdua merajutnya, dulu. [3 Oktober 2009/14:53 WIB]

Sedang tak sepemahaman. Aku hendak kencan, Tuhan menghendaki hujan. Kompromi terus diusahakan agar terwujud saling pengertian. [4 Okotber 2009/12:14 WIB]

Terima kasih, Tuhan. Terima kasih, Hujan. Terima kasih, kau tak menjadi pihak yang ketiga dalam kencan ini, Setan. [4 Okotber 2009/17:46 WIB]

Jika perasaanmu berhasrat mencintai sosok lain, namun kau tetap bertahan di sisi kekasihmu, itu karena pikiranmu jernih. [5 Okotber 2009/00:17 WIB]

Awan-awan bergerombol. Wajah mereka kelam, seram. O, Tuhan, jangan kautitipkan atau bahkan sekedar menceritakan meski sedikit amarahmu pada mereka. Aku takut, mereka salah paham, lalu dengan geram akan mengayun-ayunkan halilintar, menebar badai. Jika marah dan Kau tak mau menyimpan sendiri amarahmu, ceritakan saja pada hatiku. Jika mampu, akan kusimpan itu. [5 Okotber 2009/16:23 WIB]

Selain dengan hati jernih, merenunglah dengan pikiran canggih. Agar tidak menjadi perenungan yang menyesatkan. [6 Oktober 2009/17:02]

Dan, selain dengan pikiran canggih, berpikirlah dengan hati jernih. Agar tidak menjadi pemikiran yang meresahkan. [6 Oktober 2009/17:49 WIB]

Baiklah, Gadis. Abaikan kata-kataku dan tatap dua mataku. Jika kata-kata rayuku tak membuatmu meluruh, mungkin mata sayuku akan membuatmu bersimpuh. [6 Oktober 2009/19:34 WIB]

Sebab Wanita, tak pernah sudah kata-kata. Karena Gadis, rayuan manis tak kunjung habis. [6 Oktober 2009/21:55 WIB]

Aku jatuh tersandung pesonamu, luruh tersimpuh di serambi hatimu. Tolong, raih aku, papah aku, dampingi aku. Sandungan pesonamu dan benturan hatimu membuatku tak mampu kembali berdiri kecuali bersamamu. [7 Oktober 2009/06:07 WIB]

Aku akan selalu berusia 20 tahun. Ada pun selanjutnya hanyalah tambahan-tambahan. [7 Oktober 2009/08:35 WIB]

Jangan marah bila Tuhan tak menjawab doamu. Sebab, semudah menjawab, Ia juga mampu tak menjawab doa. [7 Oktober 2009/10:45 WIB]

Sekali-kali, tengoklah catatan-catatan masa lalu. Pastilah kau akan mendapati catatan yang perlu kausunting. [7 Oktober 2009/14:29 WIB]

Pesan untuk para penggombal: [1] Jika tak bisa menggombal dengan baik maka diam tak lebih buruk. [2] Jika menggombal dengan kata-kata terbaik pun selalu gagal, mungkin karena wajamu terlalu buruk. [8 Oktober 2009/11:29 WIB]

Bertemu denganmu aku malu. Berpisah denganmu aku rindu. Bagaimana kalau kita menikah saja, mau? [8 Oktober 2009/14:08]

Dalam Bahasa Jawa, seorang istri disebut “garwa”, akronim dari “sigaring nyawa” atawa “belahan jiwa”. Maka, jiwa lelaki belum sempurna hingga ia menemukan penyempurnanya; maka, lelaki yang mencampakkan kekasihnya adalah ia yang meruntuhkan kesempurnaan dirinya. [8 Oktober 2009/15:35 WIB]

Di depan buku, semua kautanggalkan kecuali nalar, seperti saat di hadapan Tuhan, semua kautinggalkan selain hati. [8 Oktober 2009/21:00 WIB]

Baiklah, Tuan! Seperti aku yang menikmati kemiskinan ini, sebaiknya kau menikmati kekayaan itu, sebelum kemiskinanku dan kekayaanmu menjadi kenangan. [9 Oktober 2009/10:53 WIB]

Setelah itu, ia bertanya serius kepada kekasihnya, “Sekarang kau tinggal pilih: hartamu atau aku?” Si kekasih menjawab, “Aku pilih hartaku.” Ia pun lantas pergi dan hilang ditelan tikungan, meninggalkan si kekasih. Sendiri, berdiri di atas mata berkaca, si kekasih berkata dalam diam, “Andai saja kau tahu, kaulah harta itu.” [9 Oktober 2009/15:56 WIB]

Jika ada dua tema yang sama, percayalah, pembaca akan memilih yang terajut dengan benang kata-kata indah, yang aliran kalimatnya membuaimu, mengantarkan matamu melanjutkan baca pada paragraf selanjutnya, selanjutnya, dan selanjutnya sampai pada titik penghabisan. Maka, tak ada alasan bagimu untuk sekadar tak meletakkan titik dan koma dengan benar. Buku adalah kota ilmu, kata adalah gerbang masuknya. [9 Oktober 2009/19:27 WIB]

Beragama dengan ketajaman nalar dan kedalaman hati, secara riang gembira ria. Selain demikian, seperti apa lagi?! [10 Oktober 2009/01:48 WIB]

Sabtu, saat aku begitu terpasung rindu. [10 Oktober 2009/08:18 WIB]

PENGGOMBAL GAGAL, ia yang kata-katanya tak membuat target luruh. PENGGOMBAL SIAL, ia yang wajah buruknya membuat target tak sudi bersimpuh. PENGGOMBAL ANDAL, ia yang kata-katanya, atau wajahnya, atau kedua-duanya, membuat target luruh bersimpuh. [10 Oktober 2009/15:01 WIB]

PERINGATAN: menggombal tak menyebabkan rambut gimbal. [10 Oktober 2009/18:44 WIB]

Dalam sebuah mimpi diceritakan aku berkencan dengan seorang gadis. Setelah itu aku ditanya oleh temannya, ” Kamu serius menyukainya?”. Aku jawab, “Tentu saja.” Si teman kemudian memberi tahu, “Sudah empat lelaki yang naksir dan pernah mengajaknya kencan. Kamu yang kelima dan satu-satunya yang tak ditolaknya.” [11 Oktober 2009/10:12 WIB]

Sampai akhirnya, dengan nada pasrah dan ancaman, ia berkata kepada istrinya, “Jika kau berniat meninggalkanku sebab aku tak lagi tampan dan kaya, ketahuilah, lelaki tampan dan kaya yang kau maui pun barangkali akan lebih memilih wanita yang masih menawan.” [11 Oktober 2009/14:45 WIB]

“Kekasih, kau tahu, apa yang kuminta kepada Tuhan selepas sembayang tadi?”
“Tidak. Kau meminta apa?”
“Aku meminta agar Ia memanggilku lebih dulu sebelum engkau.”
“Hei, Sayang, kenapa kau berkata demikian?! Kau membuatku sedih.”
“Aku serius. Tak bisa kubayangkan bila kau yang dipanggil lebih dulu. Sebab, tak sedetik pun aku dapat hidup tanpamu.” [11 Oktober 2009/19:08 WIB]

“Sebaiknya, nanti kau tak kirimi aku undangan pernikahanmu.”
“Iya, aku paham, Mas. Aku minta maaf. Sungguh, aku benar-benar minta maaf. Aku membuatmu kecewa … Aku benar-benar tak berdaya. Aku minta maa …”
“Sebentar, sebentar! Maaf, bukan karena soal itu. Aku sekarang sudah pindah kost. Dan, masih belum hapal alamat kost baruku itu. Khawatir saja undanganmu tidak sampai.”
[12 Oktober 2009/08.04 WIB]]

Jika Anda berkata kepada kekasih Anda bahwa ia menawan dan rupawan–lalu ia senang–meski sesungguhnya kekasih Anda itu adalah seorang buruk rupa, maka, dengan sepenuh hati, saya menyarankan: lanjutkan kebohongan Anda! [12 Oktober 2009/14:34 WIB]

Setiap kita adalah gembala dua serigala yang bersemayam dalam diri: serigala baik dan serigala jahat, yang setiap saat selalu bertempur dengan kejam. Serigala mana yang akan menjadi pemenang adalah ia yang selalu kauberi makan. [12 Oktober 2009/17:53 WIB]

Membahagiakan orang lain itu seperti kau menyinari cermin di hadapan: sinarnya akan memantul, kembali kepada sumber sinar. [12 Oktober 2009/21:52 WIB]

Kedermawanan bukanlah engkau memberi makan anjing lapar, melainkan saat kau mau berbagi makanan dengan anjing sementara kau sendiri lapar. [13 Oktober 2009/05:55 WIB]

Seperti Muhammad yang merindu, Tuhan tuntaskan dengan Sabda. Seperti rasa yang merindu terbaca, kutautkan dengan kata: maukah kau menikah denganku, Kekasih? [13 Oktober 2009/17:38]

Tarikan napasnya rasa. Embusan napasnya kata. Mewujud puisi. [13 Oktober 2009/19:02 WIB]

Amarah dan akibatnya acap kali lebih buruk daripada penyebabnya. [13 Oktober 2009/21:31 WIB]

Karena gratis tak seperti merawat muka maka aku senang merawat kata. Kubiarkan jerawat menggawat asal tak parah, tapi takkan kubiarkan titik dan koma yang terletak salah. [15 Oktober 2009/08:09 WIB]

[Dua orang berbincang-bincang]
“Eh, Bu, kautahu anakku, kan? Berkat pendidikan agama yang ketat, sekarang jadi ustadz yang dihormati. Setiap berpapasan dengannya, orang selalu cium tangan.”
“O, iya. Bagus, Jeung. Eh, tapi kautahu anakku yang macho tapi playboy itu kan? Sekarang jadi model, digemari banyak wanita. Setiap wanita yang melihatnya, selalu berujar, ‘O, Tuhan, betapa sedemikian sempurna ciptaan-Mu.’ [15 Oktober 2009/12:59]

Seperti ketulusan mentari pagi: memancar menebar senyum-sapa bahagia tanpa peduli apakah kau mau membalas senyum-sapanya atau sama sekali tidak. Yang ia tahu, berbagi bahagia itu membahagiakan. [20 Oktober 2009/06:07 WIB]

Bagimu, Kekasih yang memercayaiku: jangan percaya pada kata-kata yang kupujikan untukmu. Bukan! Bukan karena kata-kataku terangkai dari huruf-huruf kebohongan, melainkan karena tak pernah sepenuhnya mampu menerjemahkan tentangmu. Bagimu, Kekasih yang memercayaiku: dekap rasaku; peluk hatiku. [20 Oktober 2009/17:55 WIB]

Advertisement

Tagged: , , ,

§ One Response to Antologi Status [5]

  • nada says:

    mas rorarif, ( atau bagaimana saya harus memanggil anda? )
    tulisan njengan selalu memikat saya, luar biasa..
    kalau sudi, mampirlah ke gubuk kata saya, harunasoul.blogspot.com
    saya sangat senang jika panjenengan mau mengkritik atau memberi saran :)

    Like

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

What’s this?

You are currently reading Antologi Status [5] at Warung Nalar.

meta

%d bloggers like this: