Kuliah Bahasa Bulan Puasa: Niat Puasa Ramadan yang Tepat Menurut Tata Bahasa
3 July 2015 § 13 Comments
Nawaitu shouma ghodin ‘an adai fardhi syahri romadhona hadzihis sanati lillahi ta’ala.
Seperti itulah bacaan kalimat niat puasa yang Anda dapatkan jika Anda googling di internet, juga jika Anda saksikan di televisi. Jika musala atau masjid Anda menggunakan kalimat itu, mungkin dari hasil googling atau ikut-ikutan di televisi.
Tapi, tahukah Anda jika kalimat niat tersebut tidak dapat dipertanggungjawabkan secara gramatikal Arab? Kalimat itu tidak tepat secara i’rob atau kaidah perubahan pembacaan akhir huruf sebuah kata Arab.
Ketidaktepatannya terletak di kombinasi kata “romadhona hadzihis sanati”; dibaca “a” (fathah) di “romadhona” dan “i” (kasrah) di “hadzihis sanati”.
Sebelum mengulas alasan ketidaktepatan kombinasi kata itu, kita perhatikan terlebih dulu kalimat niat-puasa yang tepat secara gramatikal beserta penjelasan gramatikalnya dan pengaruh pada terjemahan dan maknanya.
Ada dua kalimat-niat puasa yang tepat secara gramatikal Arab:
1. Nawaitu shaouma ghodin ‘an adai fardhi syahri romadhoni hadzihis sanati lillahi ta’ala.
Perhatikan kombinasi “romadhoni hadzihis sanati”. Sama-sama dibaca “i” (kasrah) untuk huruf akhir kata “romadhoni” dan “hadzihis sanati”.
Penjelasan inti i’rob-nya: akhir kata “romadhoni” harus dibaca kasrah (“i”) karena posisinya sebagai mudhof ilaihi (bagi kata “syahri”) sekaligus mudhof (disandarkan) pada kata berikutnya, yaitu “hadzihis sanati”. Begitu juga “hadzihis sanati”, harus dibaca kasrah (“i”) karena diposisikan sebagai mudhof ilaih bagi “romadhoni”.
2. Nawaitu shaouma ghodin ‘an adai fardhi syahri romadhona hadzihis sanata lillahi ta’ala.
Perhatikan kombinasi “romadhona hadzihis sanata”. Sama-sama dibaca “a” (fathah) untuk huruf kata “romadhona” dan hadzihis sanata”.
Penjelasan inti i’rob-nya: huruf akhir “romadhona” harus dibaca fathah (“a”) karena “romadhona” adalah ism ghoir munshorif, yaitu isim atau kata yang tidak menerima tanwin di huruf terakhirnya. I’rob ism ghoir munshorif huruf akhirnya tidak bisa dibaca “i” (kasrah), dan harus dibaca “a” (fathah) meski dalam posisi yang mengharuskan huruf akhir sebuah kata dibaca kasrah atau majrur (huruf akhir ism ghoir munshorif bisa dibaca “i” [kasrah] atau majrur jika—salah satu alasannya—ia menjadi mudhof, disandarkan pada kata sesudahnya, seperti di kalimat niat nomor satu di atas).
Kemudian, i’rob huruf akhir “sanata” juga harus dibaca fathah (“a”), karena ia dhorof zaman atau kata keterangan waktu untuk kata nawaitu.
Meski kedua niat puasa di atas sama-sama benar secara gramatikal, tapi terjemahannya dan pemahamannya berbeda.
Kalimat niat nomor satu: “Nawaitu shouma ghodin ‘an adai fardhi syahri romadhoni hadzihis sanati lillahi ta’ala”, terjemahannya adalah “Saya niat berpuasa esok hari sebagai pelaksanaan kewajiban Ramadan tahun ini”.
Kalimat niat nomor dua: “Nawaitu shouma ghodin ‘an adai fardhi syahri romadhona hadzihis sanata lillahi ta’ala”, terjemahannya adalah “Saya niat pada tahun ini untuk berpuasa esok hari sebagai pelaksanaan kewajiban Ramadan”.
Terjemahan kalimat niat nomor satu di atas cukup jelas dipahami, ya.
Tapi, bagaimana dengan terjemahan kalimat niat nomor dua? Masih tampak rancu? Apa perlu diedit? Jika tampak rancu, itu bukan karena penerjemahannya yang kurang baik sehingga perlu diedit. Terjemahannya tampak rancu karena memang kalimat berbahasa Arabnya memang rancu. Penerjemahan itu sudah “benar” sebagaimana kalimat Arabnya.
Sumber kerancuannya ada di kata “hadzihis sanata” (“pada tahun ini”).
Di kalimat niat nomor dua itu, kata “hadzihis sanata” (“pada tahun ini”) adalah kata keterangan yang menunjukkan waktu pelaksanaan niat berpuasa (“Nawaitu”/”Saya niat berpuasa”). Artinya, menurut pemahaman kalimat niat nomor dua, waktu niat berpuasa untuk esok hari adalah tahun ini. Mestinya, waktu niat berpuasa untuk esok hari adalah malam ini (saat niat diucapkan), bukan tahun ini.
Maka, seharusnya: Saya niat pada malam ini untuk berpuasa esok hari sebagai pelaksanaan kewajiban Ramadan.
Kesimpulannya, kalimat niat puasa nomor satu, “Nawaitu shaouma ghodin ‘an adai fardhi syahri romadhoni hadzihis sanati lillahi ta’ala”, benar secara gramatikal, benar pula secara makna dan pemahaman.
Dan kalimat niat puasa nomor dua, “Nawaitu shaouma ghodin ‘an adai fardhi syahri romadhona hadzihis sanata lillahi ta’ala”, benar secara gramatikal, tidak benar secara makna dan pemahaman.
Lalu, bagaimana dengan niat puasa yang beredar di internet dan dibacakan di televisi-televisi ini: Nawaitu shouma ghodin ‘an adai fardhi syahri romadhona hadzihis sanati lillahi ta’ala?
Secara gramatikal tidak bisa dipertanggungjawabkan, khususnya untuk kata “hadzihis sanati”. Dari sudut pandang tata bahasa Arab, sulit untuk mencari argumentasi kenapa huruf akhir kata “hadzihis sanati” harus dibaca kasrah (“i”). “Hadzihis sanati” tidak bisa menjadi na’at, tidak bisa menjadi taukid, tidak bisa menjadi ‘athof, tidak pula bisa menjadi badal bagi kata syahri romadhona.
Dan karena secara prinsip gramatikal sudah salah, tidak perlu lagi membahas terjemahan dan penjelasan kalimat niat puasa yang banyak beredar di internet dan televisi itu.
Niat nomor 2 juga gak salah, artinya; niat puasa Ramadhan pd tahun ini (bukan tahun lalu, bukan tahun depan)
LikeLike
kalau artinya seperti itu, itu lebih tepat untuk terjemahan kalimjat niat nomor satu.
LikeLike
Nek ngene piye mas bro, aku mocone “romadlona hadzihi ssanati”, romadlona majrur bil fathah karena isim ghoiru munshorif, karena posisinya sebagai mudlof ilaih nya syahri, dan merupakan mudlof bagi haadzihi ssanati. Oleh karenanya ssanati juga wajib jar mergo dadi mudlof ilaihnya romadlona
LikeLike
Isim ghoiru munshorif kalo jadi mudhof, majrurnya memggunakan kasroh. Jadi kalo romadhon jadi mudhof ke hadzihis sanati dibaca “romadhoni hadzihis sanati”, bukan “romadhona hadzihis sanati”.
LikeLike
Hadzihis sanata jadi dharaf juga boleh dan tidak merusak makna.
LikeLike
merusak makna. jadi tidak logis. saya copas penjelasannya dari isi tulisan:
——
kata “hadzihis sanata” (“pada tahun ini”) adalah kata keterangan yang menunjukkan waktu pelaksanaan niat berpuasa , yaitu kata “Nawaitu”/”Saya niat berpuasa”). Artinya, menurut pemahaman kalimat niat nomor dua, waktu niat berpuasa untuk esok hari adalah tahun ini. Mestinya, waktu niat berpuasa untuk esok hari adalah “malam ini” (saat niat diucapkan), bukan “tahun ini”.
Maka, seharusnya: “Saya niat pada malam ini untuk berpuasa esok hari sebagai pelaksanaan kewajiban Ramadan.”
LikeLike
تنبيه❊ اعلم ان المضاف اليه هو اسم محرر بتقدير لام او من او في واما الظرف هو اسم منصوب بتقدير في وقد الحق النجاة الظرف والمضاف اليه في بعض الاحيان بانهمامعمول بتقدير في. ° التقريرات النحويات. ص ١٤٢
Romadhani hadzihis sanati: Ramadan tahun ini (bukan tahun lalu, bukan tahun depan) تركيب اضافي
Romadhana hadzihis sanata: Ramadan tahun ini (bukan tahun lalu, bukan tahun depan) تركيب ظرفي
LikeLike
Ralat; بانهما معمولان بتقدير في
LikeLike
(رَمَضَانِ هذه السنةِ) بإضافة رمضان إلى اسم الإشارة لتكون الإضافة معينة لكونه رمضان هذه السنة، وأيضا على عدم الإضافة تكون هذه السنة ظرفا لقوله: نويت، وهو فاسد لأن ظرف النية اللحظة التي وقعت فيها من الليل لا السنة.
(حاشية البيجوري على فتح القريب: 555)
LikeLike
itu keterangan dari hasyiyah bajuri yang jadi rujukan tulisan ini.
kalo dibaca “hadzihis sanata” itu jadi dzaraf zaman dari “nawaitu”, dan itu “fasid”
LikeLike
شكرا جزيلا
LikeLiked by 1 person
Good…infonya
LikeLike
Thanks gan
LikeLike