Arab Gundul Masih Mending; Yang Ini Arab Botak
5 April 2018 § Leave a comment
Bagaimana Anda membaca tulisan Arab botak di gambar itu?
Yang sudah baca, hampir dipastikan bacaannya adalah “Iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’in”. Ya kan? Oke.
Nah, sebelum muncul bid’ah atau inovasi tanda titik dan sebagainya di huruf Hijaiyah, kira-kira tulisan Arab itu seperti di gambar itulah. Maksudnya, bukan cuma gundul tidak punya harakat, tapi juga botak mlosnong kinclong-kinclong tidak punya tanda titik atas atau bawah, titik satu atau titik dua atau titik tiga, dan sebagainya.
Beberapa waktu lalu, di kelas, pak dosen membahas sekilas tulisan Arab botak itu, membuat saya ingat kembali cerita di balik tulisan itu. Saya pernah mendengar cerita itu saat di madrasah diniyyah (sekolah sore) dulu sekali waktu belum baligh.
Sebenarnya saya gak ingat sih. Sudah lupa ceritanya seperti apa. Makanya saya googling. Tapi gak tahu, cerita hasil googling di bawah ini sama atau gak sama dengan cerita yang pernah saya dengar dulu. Tapi intinya sama, tentang tulisan Arab botak itu.
Kira-kira begini ceritanya …
Zaman dahulu kala, saat huruf Hijaiyah belum gondrong seperti sekarang, seseorang ingin memberi hadiah kepada ibunya di kampung. Karena tidak bisa pulang kampung untuk memberikannya secara langsung, ia menyuruh orang lain melakukannya. Di antara hadiah itu adalah seorang budak (pembantu) dan uang sembilan puluh dirham. Selain hadiah, anak berbakti itu menitipkan surat berisi tulisan Arab botak itu. Ia meminta si suruhan agar mesti membacakan dulu isi surat itu di depan sang ibu sebelum menyerahkan hadiah-hadiah.
Sampailah si suruhan di rumah tujuan. Hadiah-hadiah masih disimpan. Si suruhan membuka surat dan membacanya. Ia bisa membacanya, tapi tidak paham maksudnya.
Nah, si suruhan membaca tulisan Arab botak itu persis seperti Anda membacanya: “iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’in”.
“Saya tidak paham maksud isi surat anak ibu ini. Bukannya ini kalimat di surat Al-Fatihah ya. Kok gak nyambung, Bu?” kata si suruhan.
“Coba sini saya baca,” kata si bu. Si ibu membacanya. Lalu, “Mana hadiah dari anakku?” Katanya. “Satu orang budak dan uang sembilan puluh dirham.”
“Kok ibu tahu?” kata si suruhan, agak terkejut.
“Kamu salah baca isi surat,” kata si ibu.
Si ibu lalu menjelaskan bahwa tulisan Arab botak di surat dari anaknya itu bukan dibaca “iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’in”, melainkan “ATAKI BI ‘ABDIN WA ATAKI BI TIS’IN” yang artinya “kubawakan untukmu seorang budak dan sembilan puluh dirham”.
Cerita selesai.
Coba bayangkan … Alquran ditulis dengan huruf Hijaiyah seperti pada masa si ibu itu. Niscaya kita tidak akan pernah salah paham dan salah tafsir terhadap kandungan Alquran, sebab kita sudah salah lebih dulu pusing kemudian baca kalimat-kalimatnya. Jadi susah ndalil kita.
Leave a Reply