Kitab “al-I’lal” Pesantren Lirboyo

31 August 2020 § 4 Comments


PERINGATAN: Banyak istilah teknis.

Ini kitab yang menyenangkan jika Anda menyukai hal detail. Kitab penting jika Anda ingin memiliki pengetahuan merenik tentang kata-kata tertentu dalam bahasa Arab. Judulnya al-I’lal al-Ishthilahiyy wa al-Allughawiyy. Diterbitkan oleh Pesantren Lirboyo dan digunakan di lingkungan pesantren salaf tersebut.

Al-I’lal”, dalam definisi ilmu sharaf,artinya “pengubahan huruf ‘illah (ا, و, ي) dalam sebuah kata (sebenarnya, tidak ada huruf ا—dibaca “alif”, bukan “hamzah” [ء]—dalam bahasa Arab. Jika pun ada di kata tertentu, ia merupakan pengganti dari و atau ي. Atau, ia merupakan huruf tambahan, bukan huruf dasar atau huruf asli dari kata tersebut. Jadi, sebenarnya hanya ada dua huruf ‘illah, و dan ي). Pengubahan tersebut berupa “membuang huruf ‘illah” (al-hadzf), “mengganti huruf ‘illah” (al-qalb), atau “men-sukun-kan huruf” (al-iskan). Hal itu dilakukan untuk kepentingan mempermudah pengucapan suatu kata.

Gampangnya, i’lal adalah metode mengetahui bentuk asal suatu kata sebelum berubah—perubahan diketahui dari ketidaksamaan kata tersebut dengan wazan-nya—, bagaimana perubahannya, dan kenapa berubah.

(Secara harfiah, ‘Illah artinya “penyakit”. Huruf ا, و, ي disebut huruf ‘Illah, “huruf penyakit”, sebab huruf-huruf tersebut merupakan “penyakit” yang menyebabkan kesusahan dalam pelafalan. Karena “penyakit”, ia mesti “diobati”. Dan, al-I’lal adalah semacam pengobatan—melalui berbagai tindakan: al-hadzf, al-qalb, al-iskan—untuk menyembuhkan “penyakit” tersebut).

Sementara, kata “al-Ishthilahiyy wa al-Allughawiyy” merujuk pada konten kitab sharaf legendaris dalam dunia pesantren Nusantara: al-Amtsilah al-Tashrifiyyah karya KH. Muhammad Ma’shum bin Ali, seorang santri-mantu Hadratussyekh Mbah Hasyim Asy’ari.

Mengenal al-Amtsilah at-Tashrifiyah, Kitab Dasar Belajar Sharaf

Al-Ishthilahiyy” dalam al-Amtsilah al-Tashrifiyyah maksudnya adalah “tashrif istilahi”, yaitu tasrif (konjugasi) atau perubahan kata ke beragam bentuk yang memengaruhi perbedaan makna. Dalam tashrif ini diketahui bagaimana bentuk-bentuk fi’il dan arti masing-masing (madhi, mudhari’, amr, nahi) dan bentuk-bentuk isim dan arti masing-masing (mashdar mim/ghairu mim, fa’il, maf’ul, zaman, makan, ‘alat)—bentuk-bentuk fi’il dan isim disebut sighat. Dalam kitab al-Amtsilah al-Tashrifiyyah, format tashrif istilahi ditulis menyamping.

Dan “al-Allughawiyy” maksudnya adalah “tashrif lughawi”, yaitu tasrif atau perubahan bentuk kata ketika bersambung dengan dhamir (kata ganti). Dalam tashrif ini diketahui 1) bagaimana bentuk suatu kata ketika memuat kata ganti orang pertama (mutakallim), kata ganti orang kedua (mukhathab—laki-laki/mukhathbabah—perempuan), dan kata ganti orang ketiga (ghaib—laki-laki/ghaibah—perempuan); 2) bagaimana bentuk kata jika kata ganti itu untuk laki-laki (mudzakkar) dan jika kata ganti itu untuk perempuan (muannats); dan 3) bagaimana bentuk kata jika kata ganti itu untuk satu orang (mufrad), dua orang (tatsniyyah), dan tiga orang/lebih (jamak). Dalam kitab al-Amtsilah al-Tashrifiyyah, format tashrif istilahi ditulis menurun.

Jadi, al-I’lal al-Ishthilahiyy wa al-Allughawiyy adalah kitab yang meng-i’lal semua kata dalam kitab al-Amtsilah al-Tashrifiyyah yang telah berubah dari bentuk aslinya, bagaimana proses perubahannya, dan kenapa berubah.

Dalam praktiknya, kata yang di-i’lal dalam kitab al-I’lal ini tidak terbatas pada kata yang berunsur huruf ‘illah (mitsal, ajwaf, naqish, lafif maqrun/mafruq), tetapi juga kata yang huruf ‘ain dan lam fi’il-nya sama atau disebut (mudha’af)—mitsal, ajwaf, naqish, lafif maqrun/mafruq, dan mudha’af disebut bina’). Juga, dengan tambahan i’lal kata yang tidak disebutkan dalam al-Amtsilah, yaitu i’lal terkait kata yang berubah karena problem makharij al-khuruf.

Jadi, setidaknya, ada tiga kategori kata yang di-i’lal dalam kitab al-I’lal ini.

Pertama, kata berunsur huruf ‘illah, yaitu ا, و, ي. Berikut beberapa contoh kata yang di-i’lal dan uraian i’lal-nya.

Kata صَانَ (sha-na) bentuk asalnya adalah صَوَنَ (sha-wa-na) sesuai wazan-nya, yaitu فَعَلَ (fa-‘a-la). Huruf ‘illah wawu (و) dalam kata صَوَنَ diganti alif (ا) sebab huruf sebelumnya, yaitu ص, berharakat fathah. Maka, صَوَنَ (sha-wa-na) menjadi صَانَ (sha-na).

Kata يَصُوْنُ (ya-shu-nu) bentuk asalnya adalah يَصْوُنُ (yash-wu-nu) sesuai wazannya, yaitu يَفْعُلُ (yaf-‘u-lu). Harakat dlammah huruf wawu dalam kata يَصْوُنُ dipindah ke huruf sebelumnya, yaitu shad, dan tanda sukun dalam huruf shad dipindah ke huruf wawu (tukar tempat), sebab wawu sebagai huruf ‘illah atau “huruf penyakit” terlalu “lemah” untuk menyandang harakat (dlammah). Harakat dlammah tersebut dipindah ke huruf shad sebagai huruf sahih atau “huruf sehat”. Maka, يَصْوُنُ (yash-wu-nu) menjadi يَصُوْنُ (ya-shu-nu).

Kata صُنْ (shun) bentuk asalnya adalah أُصْوُنْ (ush-wun) sesuai wazannya, yaitu أُفْعُلْ (uf-‘ul). Lalu, harakat dlammah huruf wawu dalam kata أُصْوُنْ dipindah ke huruf sebelumnya, yaitu shad, dan tanda sukun dalam huruf shad dipindah ke huruf wawu (tukar tempat) karena alasan yang telah disebutkan di paragraf sebelum ini. Maka, jadilah أُصُوْنْ (u-shuun). Kemudian, huruf wawu dibuang untuk menghindari pertemuan dua huruf berharakat sukun, yaitu wawu dan nun. Maka, jadilah أُصُنْ (u-shun). Berikutnya, huruf hamzah dibuang karena ia tidak dibutuhkan. Maka, jadilah صُنْ (shun).

Jadi, urutan perubahannya: أُصْوُنْ menjadi >>  أُصُوْنْ menjadi >> أُصُنْ menjadi >> صُنْ

Kedua, kata yang ber-bina’ mudha’af atau juga kata yang huruf ‘ain dan lam fi’il-nya sama.

Contohnya kata مَدَّ (madda). Bentuk asal مَدَّ (madda) adalah مَدَدَ (ma-da-da) sesuai wazannya, yaitu فَعَلَ (fa-‘a-la). Huruf د (dal) yang pertama diganti sukun sebagai syarat idgham. Maka, jadilah مَدْدَ (mad-da). Kemudian, huruf dal yang pertama (berharakat sukun) di-idgham-kan (dimasukkan atau dileburkan) ke huruf dal kedua karena sejenis. Maka, jadilah مَدَّ (madda).

Jadi, مَدَدَ menjadi >> مَدْدَ menjadi >> مَدَّ

Ketiga, kata yang berubah dari bentuk aslinya karena problem makharij al-khuruf (di sini, seseorang dituntut menguasai ilmu tajwid).

Contohnya kata اصْطَبَرَ (ish-tho-ba-ro). Bentuk asalnya adalah اصْتَبَرَ sesuai wazannya, yaitu افْتَعَلَ (if-ta-‘a-la)—tidak ada wazan افطعل (if-tho-‘a-la). Huruf ت dalam اصْتَبَرَ diganti menjadi ط untuk menghindari pelafalan yang lebih sulit (jika dilafalkan sesuai makhraj huruf, melafalkan “ish-tho-ba-ro” lebih mudah ketimbang “ish-ta-ba-ra”; lebih mudah beralih dari “ish” ke “tho” ketimbang dari “ish” ke “ta”).

Kemudian, setelah menjadi اصْطَبَرَ, huruf ط dalam kata ini juga bisa diganti menjadi ص, sehingga ia berubah menjadi اصْصَبَرَ. Berikutnya, huruf ص pertama (berharakat sukun) di-idgham-kan (dimasukkan/dileburkan) ke huruf ص kedua (berharakat fathah) sebab keduanya huruf yang sama. Maka, jadilah اصَّبَرَ (huruf ص diberi tasydid—pada dasarnya, tasydid adalah gabungan dari dua huruf yang sama: huruf pertama berharakat sukun, huruf kedua berharakat selain sukun).

Jadi, اصْتَبَرَ menjadi >> اصْطَبَرَ (bisa cukup sampai di kata اصْطَبَرَ ini. Atau, اصْطَبَرَ bisa dilanjutkan: اصْطَبَرَ menjadi >> اصْصَبَرَ menjadi >> اصَّبَرَ).

 Demikian juga dengan kata اضْطَرَبَ (idh-tho-ro-ba) yang bentuk asalnya adalah اضْتَرَبَ (idh-ta-ra-ba). اضْتَرَبَ berubah menjadi اضْطَرَبَ. Huruf ط di kata اضْطَرَبَ diganti ض, sehingga berubah menjadi اضْضَرَبَ yang bisa ditulis menjadi اضَّرَبَ.

Dan contoh-contoh kata lain. Setiap kata dalam kitab al-I’lal ini di-i’lal secara detail.

“Al-I’lal” ini bisa dijadikan kitab pendamping bagi santri-ustad yang belajar-mengajar “al-Amtsilah al-Tashrifiyyah”, sebab “al-I’lal” ini meng-i’lal kata-kata dalam “al-Amtsilah al-Tashrifiyyah”.

Jika dalam al-Amtsilah al-Tashrifiyyah diketahui bagaimana tasrif atau pola perubahan suatu kata ke beragam bentuk fi’il dan arti masing-masing (madhi, mudhari’, amr, nahi) serta bentuk isim dan arti masing-masing (mashdar mim/ghairu mim, fa’il, maf’ul, zaman, makan, ‘alat), dalam al-I’lal diketahui bagaimana uraian perubahan setiap bentuk fi’il atau isim tersebut: seperti apa bentuk awalnya dan wazannya, bagaimana rangkaian perubahannya, dan kenapa berubah.

Jika dalam al-Amtsilah ditunjukkan bahwa مَدَّ – يَمُدُّ – مَدًا – مَادٌ – مُدْ maka dalam al-I’lal ditunjukkan bentuk asal kata مَدَّ, wazannya, bagaimana bisa berubah dari wazannya, dan kenapa berubah.

Dua disiplin ilmu penting dalam bahasa Arab. Bagian dari ilmu ‘alat yang mesti dikuasai jika Anda ingin memahami teks-teks Arab.

Tagged: , , , , ,

§ 4 Responses to Kitab “al-I’lal” Pesantren Lirboyo

Leave a comment

What’s this?

You are currently reading Kitab “al-I’lal” Pesantren Lirboyo at Warung Nalar.

meta