Peristiwa Bersejarah di Bulan Rabiul Awal Bukan Cuma Kelahiran Nabi (Maulid Nabi). Apa Saja?

27 September 2022 § 1 Comment


Bulan Rabiul Awal kerap diidentikkan dengan kelahiran Nabi Muhammad.

Karena itu, dalam masyarakat Jawa, bulan Rabiul Awal disebut dengan “Mulud”. Dari isim maf’ul “maulud” (مولود) yang artinya “sosok yang dilahirkan”. Atau, dari isim mashdar “maulid” (مولد) yang artinya “kelahiran”. “Maulid” (مولد)  juga bisa jadi isim zaman yang artinya “hari lahir” (juga isim makan yang artinya “tempat lahir”).

Rabiul Awal disebut “Mulud” sebab bulan ketiga dalam kalender Hijriah itu memang bulan kelahiran Nabi Muhammad.

Meski, sebenarnya, peristiwa besar dalam sejarah Islam yang terjadi pada bulan Rabiul Awal bukan cuma kelahiran Nabi Muhammad.

Apa saja?

1. HARI LAHIR NABI MUHAMMAD

Tentu saja, yang pertama adalah kelahiran Nabi.

Menurut pendapat yang masyhur, Nabi Muhammad lahir pada hari Senin, tanggal 12 Rabiul Awal, Tahun Gajah (‘Am al-Fil).

12 bulan Rabiul Awal sebagai tanggal dan bulan kelahiran Nabi ditetapkan berdasarkan kajian dan analisis para ulama ahli sejarah.

Sedangkan perihal Senin dan tahun Gajah sebagai hari dan tahun kelahiran Nabi dapat dijumpai dalam hadis.

Informasi “Tahun Gajah” bisa ditemukan dalam riwayat Imam al-Tirmidzi dan Imam Ahmad. Seorang sahabat bernama Qais bin Makhramah mengatakan,

وُلِدْتُ أَنَا وَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَامَ الفِيلِ

“Aku dan Rasulullah lahir pada Tahun Gajah.”

Disebut “Tahun Gajah” sebab pada tahun itu pasukan bergajah pimpinan Abrahah menyerang Ka’bah.

Singkat cerita, penyerangan itu bermula ketika Abrahah, sebagai penguasa kota Shan’a (Yaman), membangun gereja untuk menyaingi Ka’bah. Sebagai tujuan baru ziarah agar para jamaah haji jazirah Arab berpaling dari Ka’bah. Salah seorang dari Bani Kinanah (Makkah) menilai barangkali aksi Abrahah itu tidak fair. Orang Bani Kinanah ini lalu melakukan semacam aksi protes: ia lumuri gereja itu dengan kotoran manusia.

Abrahah tidak terima dan murka. Ia berjanji akan membalas pelecehan itu dengan menghancurkan Ka’bah. Ia kemudian menyerbu Ka’bah dengan pasukan bergajah. Yang terjadi berikutnya adalah seperti yang kita tahu dalam surah “Gajah” (al-Fil).

Namun, hari lahir Nabi tidak tepat pada hari Abrahah menyerang Ka’bah. Pendapat populer menyebutkan, kelahiran Nabi adalah pada lima puluh hari setelah serangan gagal Abrabah itu.

Sementara, perihal Senin adalah hari lahir Nabi dapat dijumpai dalam riwayat Imam Muslim.

Nabi pernah ditanya soal kebiasaan beliau berpuasa sunah hari Senin. Beliau menjawab,

فيه ولدت

“Aku lahir pada hari itu.”

Sayyid Muhammad bin Alawi al-Maliki mengatakan, dalam “Haul  al-Ihtifal bi Dzikra al-Maulid al-Nabawi al-Syarif”, Nabi Muhammad berpuasa hari Senin sebagai ungkapan takzim dan syukur atas kelahiran diri beliau.

Nabi berpuasa hari Senin karena muasani wetonnya.

(Dalam tradisi Jawa ada “puasa weton” [dari kata “metu” atau “keluar”: keluar ke dunia; lahir] atau puasa saat hari kelahiran. Biasanya dibarengi dengan penanggalan Jawa. Misal, Anda lahir Sabtu Legi. Maka, puasa weton Anda hanya di setiap hari Sabtu Legi, bukan semua Sabtu. Bisa jadi tradisi puasa weton itu turunan dari ajaran puasa Nabi Muhammad pada hari Senin, hari kelahirannya. Maka, puasa weton dalam tradisi Jawa bukan bid’ah, sebab berada dalam naungan dalil syariat. “Li indirajiha tahta al-adillah al-syar’iyyah wa al-qawaid al-kulliyyah”).

Jadi, jika Anda, baik pro-maulid maupun anti-maulid, rajin berpuasa sunah hari Senin karena meneladani sunah Nabi, disadari atau tidak, pada dasarnya Anda juga rajin memperingati maulid Nabi.

Sebab, Nabi berpuasa hari Senin dalam rangka [syukur dan takzim] hari lahirnya sebagaimana beliau nyatakan sendiri dalam sabdanya di atas. Muludan. Wetonan.

Maka, menurut Sayyid Alawi, hadis Nabi puasa hari Senin riwayat Imam Muslim di atas adalah nas paling sahih dan paling jelas tentang “masyru’iyyah al-ihtifal bi al-maulid al-nabawi al-syarif”. Bahwa, peringatan maulid Nabi itu dibenarkan oleh syariat.

Dan, orang pertama yang memperingati maulid Nabi adalah Nabi sendiri, yaitu dengan cara berpuasa.

(Karena itu, sebagian orang menolak pendapat bahwa peringatan Maulid Nabi baru dimulai pada masa Dinasti Fatimiyyah di Mesir. Pendapat lain, pada masa Shalahuddin al-Ayyubi …. Sebenarnya bisa dikompromikan. Memang betul, peringatan Maulid Nabi sudah sejak zaman Nabi. Nabi sendiri yang memulai. Namun, itu peringatan Maulid Nabi secara individu. Sementara, peringatan Maulid Nabi secara massal, sebagai acara sosial-keagamaan yang diadakan secara massal, baru dimulai pada masa Dinasti Fatimiah atau masa Shalahuddin al-Ayyubi).(Itu peringatan Maulid Nabi secara individu. Sudah sejak masa Nabi. Tapi, peringatan Maulid Nabi secara massal, sebagai acara sosial-keagamaan yang diadakan secara massal, baru dimulai pada abad ke-6 Hijriah, pada masa Dinasti Fatimiah di Mesir. Pendapat lain, pada masa Shalahuddin al-Ayyubi).

Saat Nabi berpuasa pada hari lahirnya, sesungguhnya itu menunjukkan dua hal: yang prinsip dan yang ekspresi.

Syukur atas kelahiran adalah prinsip. Berpuasa pada hari kelahiran adalah ekspresi syukur.

Dan itu ajaran untuk kita, umatnya.

Jika Nabi bersyukur atas kelahiran sendiri maka kita juga demikian: bersyukur atas kelahiran Nabi.

Jika ungkapan syukur Nabi atas kelahiran sendiri itu dengan cara berpuasa maka ungkapan syukur kita atas kelahiran Nabi bisa dengan berpuasa atau ungkapan syukur lain yang dapat mengingatkan kita kepada Nabi, lebih dekat mengenalkan kita kepada Nabi, dan mendorong kita untuk meneladani ajaran-ajaran Nabi.

Prinsipnya satu: bersyukur atas maulid Nabi. Ekspresi syukurnya bisa bermacam-macam.

Maka, peringatan maulid Nabi dengan berbagai cara hari-hari ini adalah bentuk ungkapan syukur atas kelahiran Nabi Muhammad. Syukur untuk alasan yang mungkin terlalu banyak jika mesti disampaikan.

2. WAFAT NABI MUHAMMAD

Peristiwa besar lain yang terjadi pada bulan Rabiul Awal dalam sejarah Islam adalah wafat Nabi Muhammad.

Suatu waktu, di akhir bulan Safar, Nabi ziarah ke pemakaman Baqi’. Mendoakan para sahabat yang telah wafat. (Dalam keterangan lain, Nabi ke Baqi’ untuk ikut mengiringi jenazah). Sepulang dari sana, Nabi mengalami sakit kepala disertai demam. Meriang. Pada mulanya, beliau masih bisa menahan sakitnya. Sebelas hari pada masa-masa sakit itu, Nabi masih bisa melakukan aktivitas. Mengimami shalat atau menemui para istrinya.

Sampai kemudian, pada dua hari terakhir, sakit beliau semakin payah. Beliau meminta izin kepada para istrinya untuk dirawat di rumah Aisyah.

Menit-menit terakhir hidup Nabi adalah masa-masa sulit dan menyakitkan bagi Nabi. Pedihnya sakratulmaut.

واكرب أبتاه

“Duh, beratnya rasa sakit abahku,” kata Fatimah, sang putri, meratap lirih, melihat kondisi sang ayah.

“Setelah hari ini, Abahmu tidak akan merasakan berat lagi,” jawab Nabi.

Suatu ketika, Nabi mengatakan bahwa orang yang cobaannya paling berat adalah para Nabi.

يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَيُّ النَّاسِ أَشَدُّ بَلَاءً؟ قَالَ: الأَنْبِيَاءُ ثُمَّ الأَمْثَلُ فَالأَمْثَلُ (راه الترمذي)

Dan, di antara cobaan berat untuk Nabi Muhammad sendiri adalah proses sakratulmaut beliau yang sangat berat.

(Cobaan berat lain Nabi yang secara manusiawi mungkin dapat kita rasakan adalah, enam dari tujuh putra-putri Nabi meninggal saat Nabi masih hidup. Jadi, Nabi menyaksikan enam putra-putrinya lahir dan menyaksikan mereka meninggal. Di antara kesedihan paling berat adalah kesedihan orang tua yang menyaksikan anaknya lahir dan menyaksikan anaknya meninggal. Kehilangan satu anak saja sudah kesedihan yang berat. Ini … Nabi kehilangan enam! Enam kali menyaksikan kematian putri-putrinya. Ketiga anak laki-laki beliau bahkan meninggal saat masih balita. Sekitar dua tahunan. Itu usia saat anak mulai lucu-lucunya. Jadi, saat wafat, Nabi hanya meninggalkan satu anak, yaitu Fatimah. Fatimah pun kemudian meninggal tidak lama setelah Nabi).

Beberapa waktu setelah Nabi wafat, suatu saat, Aisyah menuturkan, “Sejak menyaksikan beratnya sakratulmaut Nabi, aku tidak iri lagi kepada orang yang matinya mudah.”

عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ: مَا أَغْبِطُ أَحَدًا بِهَوْنِ مَوْتٍ بَعْدَ الَّذِي رَأَيْتُ مِنْ شِدَّةِ مَوْتِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ (راه الترمذي)

Sejak menyaksikan Nabi wafat, Aisyah menyadari, kematian yang berat bukan pertanda keburukan si mati, kematian yang mudah bukan pertanda kemuliaan si mati.

Hari Senin, tanggal 12, bulan Rabiul Awal, tahun ke-11 Hijriah, setelah tiga belas hari mengalami sakit, pada usia 63 tahun, Nabi wafat. Di dekapan Aisyah.

Nabi wafat tepat pada hari, tanggal, dan bulan kelahirannya.

Wafat Nabi adalah kesedihan umat. Peristiwa yang seakan tidak untuk dikenang umat.

Karena itu, umat tidak menisbahkan dan mengidentikkan Rabiul Awal dengan kematian Nabi Muhammad. Umat lebih memilih menisbahkan dan mengidentikkan Rabiul Awal dengan kelahiran Nabi Muhammad

Sebab, kelahiran Nabi adalah kegembiraan yang patut disyukuri. Nabi sendiri mensyukuri kelahirannya dengan berpuasa.

Akhirnya, sekarang Anda mengerti kenapa orang Jawa memilih “Mulud” sebagai padanan Rabiul Awal. Kira-kira begitu tadi.

3. HIJRAH NABI MUHAMMAD

Yang ketiga, peristiwa besar dalam sejarah Islam yang terjadi pada bulan Rabiul Awal ini adalah hijrah Nabi. Nabi pindah dari Makkah ke Madinah. Sebagian orang salah paham dan berpikir hijrah Nabi itu terjadi pada bulan Muharram.

Keinginan Rasulullah untuk hijrah ke Madinah bermula pada bulan Dzulhijjah tahun ke-13 kenabian, saat Rasulullah melakukan pertemuan rahasia dengan tujuh puluh lima orang Madinah yang datang ke Makkah untuk melaksanakan ziarah Ka’bah atau haji. Pertemuan tersebut untuk menjalin ikatan dan kerja sama antara Nabi Muhammad dengan kaum muslim Madinah.

Singkat cerita, terjalin kesepakatan.

Di antara yang disepakati adalah bahwa kaum muslim Madinah akan membantu Nabi jika Nabi datang ke Madinah. Mereka bersumpah akan melindungi Nabi.

Pertemuan itulah yang disebut dengan Bai’ah Aqabah (yang kedua). Pertemuan dan baiat yang diadakah di Aqabah di Mina.

Jumlah kaum muslim Madinah yang dinilai telah cukup sepertinya membuat Nabi menuntut mereka untuk lebih dari sekadar memeluk Islam, tapi juga menjadi kekuatan yang siap membantu Nabi dan kaum muslim Makkah.

Agaknya, Bai’ah Aqabah Kedua yang diadakan pada bulan Dzulhijjah itulah momen pendahuluan saat Nabi berniat meninggalkan Makkah, hijrah ke Madinah.

Meninggalkan Makkah adalah cara untuk menyelamatkan nyawa dan agama dari penindasan kaum Quraisy yang tidak senang dengan kehadiran agama Islam. Jalan agar kaum muslim bisa aman dan tenang dengan keyakinannya.

Rasulullah mengizinkan kaum muslim untuk hijrah ke Madinah. Akhirnya, satu demi satu, kelompok demi kelompok, kaum muslim berangsur-angsur meninggalkan Makkah.

Sementara, Nabi sendiri tetap di Makkah untuk memastikan tidak ada kaum muslim yang tertinggal di Makkah. Untuk memastikan kaum muslim telah pergi ke Madinah. Kecuali orang-orang yang memang tidak mampu melakukan perjalanan, sehingga mesti tetap tinggal di Makkah.

Sampai akhirnya, pada pertengahan bulan Shafar tahun ke-14 Kenabian, hampir seluruh kaum muslim telah meninggalkan Makkah, pindah ke Madinah. Kaum muslim yang masih tinggal di Makkah hanya Nabi, Ali, Abu Bakar, dan ketiga putra-putri Abu Bakar, serta beberapa orang Islam yang ditahan oleh kaum Quraisy.

Nabi baru akan meninggalkan Makkah hanya jika telah mendapatkan wahyu perintah dari Allah.

Sampai akhirnya, pada akhir bulan Safar, Nabi mendapat wahyu yang memerintahkannya hijrah, setelah Nabi mendapatkan informasi bahwa kaum Quraisy merencanakan mufakat jahat untuk membunuh Nabi.

Kaum Quraisy berpikir, jika pindah ke Madinah, Nabi Muhammad dikhawatirkan akan membangun kekuatan yang dapat mengancam Makkah. Berpotensi mengganggu stabilitas ekonomi dan keagamaan Quraisy Makkah.

Maka, Nabi sudah harus dibunuh sebelum berhasil keluar dari Makkah, sehingga kaum muslim Madinah akan kehilangan sosok pemimpin. Dengan begitu, kaum muslim Madinah tidak akan berhasil menjadi kekuatan yang mengancam.

Kaum muslim bisa pindah ke Madinah. Tapi, Nabi Muhammad, jangan sampai.

Setelah mendengar rencana mufakat jahat itu, bersama Abu Bakar, Nabi menyusun rencana meninggalkan Makkah secara sembunyi-sembunyi. Tujuan pertama adalah Gua Tsaur, untuk menghindari kejaran kaum Quraisy. Nabi dan Abu Bakar bersembunyi di sana selama tiga hari.

Pada awal bulan Rabiul Awal, Nabi dan Abu Bakar keluar dari Gua Tsaur, memulai perjalanan ke Madinah. Butuh waktu dua belas hari perjalanan kaki untuk sampai ke Madinah.

Jadi, hijrah Nabi Muhammad ke Madinah terjadi pada bulan Rabiul Awal, bukan bulan Muharram, seperti yang sering disalahpahami orang-orang. Tepatnya, Nabi tiba di Madinah pada tanggal dua belas Rabiul Awal.

Kota Madinah pada mulanya bernama Yatsrib. Sejak Nabi datang, nama Yatsrib diganti menjadi “Madinatur Rasul”, yang berarti “Kota Rasul”. Nama Madinatur Rasul disingkat menjadi “Madinah”, seperti yang kita kenal sekarang.

Ketimbang maulid Nabi dan wafat Nabi, peristiwa hijrah Nabi inilah yang kemudian menjadi dasar penetapan penanggalan Islam oleh Khalifah Umar bin Khathab dan tim pada tahun ke-17 Hijriah karena beberapa alasan. Di antaranya, pertama, hari (tahun) lahir Nabi rawan terjadi perbedaan pendapat di antara para sahabat. Susah terjadi mufakat secara mutlak untuk memastikan hitungan tahun lahir Nabi. Jadi, usulan ini dieliminasi. Kedua, hari wafat Nabi jelas momen dukacita. Masa-masa yang seakan tidak untuk dikenang. Usulan ini pun tereliminasi secara mudah.

Maka, tersisa hijrah Nabi.

Peristiwa inilah yang akhirnya disepakati sebagai dasar penanggalan Islam. Sebab, hijrah Nabi, kedatangan Nabi di Madinah, adalah peristiwa yang disaksikan dan diketahui hampir semua sahabat. Sebagian besar saksi hijrah Nabi masih hidup saat perumusan penanggalan itu. Jadi, Hampir mustahil terjadi perbedaan pendapat. Selain, tentu saja, hijrah Nabi bukan momen duka cita.

Wallahu a’lam.

***

REFERENSI

Untuk mendapatkan informasi lebih lengkap, lebih detail, lebih beragam (terkait perbedaan pendapat), dan mungkin lebih akurat, Anda bisa merujuk daftar pustaka di bawah ini.

  • Abna’ al-Nabi Shallahu ‘Alaihi Wasallam (Ibrahim Muhammad Hasan Jamal)
  • Al-Mawahib al-Muhammadiyyah bi Syarh al-Syamail al-Tirmidziyyah (Sulaiman al-Ajili al-Azhari)
  • Al-Rahiq al-Mahtum (Shafiyurrahman al-Mubarakfuri)
  • Al-Sirah al-Nabawiyyah (Ibn Hisyam)
  • Dalil al-Falihin (Ibnu Allan)
  • Fath al-Bari (Ibnu Hajar)
  • Haul  al-Ihtifal bi Dzikra al-Maulid al-Nabawi al-Syarif (Sayyid Muhammad bin Alawi al-Maliki)
  • Lathaif al-Ma’arif (Ibnu Rajab)
  • Shahih al-Bukhari (Imam al-Bukhari)
  • Sunan al-Tirmidzi (Imam al-Tirmidzi)
  • Tafsir al-Jalalin (al-Mahalli dan al-Suyuthi)
  • Tarikh al-Ikhtifal bi Maulid al-Nabi Shallallahu Alaishi Wasallam wa Madzhahiruhu fi al-‘Alam (Muhammad Khalid Tsabit)
  • Tuhfah al-Ahwadzi (Abdurrahman al-Mubarakfuri)

Advertisement

§ One Response to Peristiwa Bersejarah di Bulan Rabiul Awal Bukan Cuma Kelahiran Nabi (Maulid Nabi). Apa Saja?

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

What’s this?

You are currently reading Peristiwa Bersejarah di Bulan Rabiul Awal Bukan Cuma Kelahiran Nabi (Maulid Nabi). Apa Saja? at Warung Nalar.

meta

%d bloggers like this: