Mendekati Tuhan dengan Air Mata
10 June 2011 § Leave a comment
Yang tak pernah merasakan sakitnya berbuat nista,
takkan pernah merasakan nikmatnya mendekati Tuhan dengan air mata.
9.6.11
Setiap Pertemuan
13 January 2010 § Leave a comment
Setiap pertemuan hanya seusia kejapan senja.
Selebihnya adalah rindu yang diam,
membeku dalam kelam di pelataran malam.
Setiap pertemuan hanya seusia kejapan senja.
Selebihnya adalah rindu yang riang,
mengembang oleh terang di sepanjang siang.
•Kemang, 30 Desember 2009
Masa Lalu, Masa Kini, dan Masa Depan
13 January 2010 § Leave a comment
Di bawah langit, Masa Lalu, Masa Kini, dan Masa Depan berkumpul dalam satu meja, menikmati hidangan yang tersedia seraya berbincang-bincang tentang kehidupan yang menapaki masing-masing.
Masa Lalu tampak bersemangat. Ia menceritakan pelbagai peristiwa penting dan sosok-sosok besar yang tercatat dalam sejarah. Membanggakan pencapaian-pencapaian mereka, kemegahan istana-istana mereka, kegagahan mereka dalam pertempuran, serta bermacam kenikmatan hidup yang menaungi mereka.
“Aku,” kata si Masa Lalu, “jadi tak terlalu puas ada pada masa kini, masa sekarang ini. Aku merasa lebih baik kembali pada masaku saja.”
Masa Depan tampak menggerakan kepala sampai kemudian menengadah. Di antara mata dan langit yang ia tatap hanya ada kekosongan. Sesekali saja awan tipis melintas terlihat malas, dan angin yang berembus tanpa wujud.
“Aku melihat kemuliaan, kekayaan, dan keberhasilan sedang berjalan dengan pasti menujuku,” kata si Masa Depan.
Katanya, lagi, “Aku melihat mimpi-mimpi yang akan menjelma nyata. Kehidupan yang makmur dan mudah sedang melangkah ke arahku.”
Masa Kini segera menyela begitu Masa Depan terlihat usai berbicara. Nada bicaranya terdengar mantap.
“Aku takkan menangisi masa yang telah berlalu. Juga takkan pernah menghabiskan setiap jengkal waktu sekadar untuk bermimpi …
“Kejayaan yang pernah ada pada masa lalu selesai sudah. Dan, kemakmuran yang diharapkan belum pula nyata.
“Ada pun hari ini adalah miliku. Nyata dalam genggaman tanganku. Siapa yang mampu menggenggam dan mengendalikan hari ini, masa sekarang kini, ia berarti telah mampu melewati masa yang telah berlalu. Juga, pada hakikatnya sedang mengarahkan diri ke masa depan.
“Rahasia keberhasilan adalah saat jantungmu tak berdetak sia-sia pada setiap jengkal detik waktu masa kini.”
Semua terdiam. Awan tipis lain tampak melintas. Masih malas. Angin lain juga berembus. Masih tanpa wujud.[]
•Dari tulisan lima paragraf versi berbahasa Arab di halaman 137 berjudul al-Madhi wa al-Hadhir, wa al-Mustaqbal dalam buku Kalimat Tun’isyu al-Hayah karya El Azraq. Diterjemahkan–dengan sedikit penambahan suasana–oleh Juman Rofarif.
Senyuman
16 December 2009 § 1 Comment
Wajah adalah jendela kamar.
Dan, senyuman adalah mentari pagi yang merasuk di sela-selanya.
Tawa riang adalah siang. Diam adalah kelam malam.
Dan, senyuman adalah cahaya pagi yang menautkan keduanya.
Wajah yang yang tak tersenyum
serupa kuncup bunga yang tak kunjung mekar: layu di ranting yang kering.
———————————————————————–
Dari tulisan lima baris berjudul Ibtisam (Senyuman) di halaman ke-232 dari buku berjudul Kalimat Tun’isyu al-Hayah karya El Azrak. Diterjemahkan oleh Juman Rofarif.
Antologi Status [7]
16 December 2009 § Leave a comment
Niscaya. Ada yang hilang, ada yang datang. Yang hilang, memberi hikmah. Yang datang, membawa berkah. Semoga. [6 November 2009/ 07:58 WIB]
Lakukanlah sesuatu yang mampu dikerjakan menurut ukuran diri sendiri, bukan berdasar ukuran orang lain. Sebab, jika orang itu di atas maka kita cenderung akan memaksakan diri. Jika orang itu di bawah maka kita cenderung akan membanggakan diri. [6 November 2009/13:54 WIB]
Seperti semangat berapi-api, sementara sekadar nyala lilin pengetahuan yang dimiliki. [7 November 2009/18:19 WIB]
Aku adalah air mata. Menitik pada suka dan duka hatimu. [7 November 2009/23:20 WIB] « Read the rest of this entry »
Sunah Semesta
16 December 2009 § Leave a comment
Air melepas diri dari hulu karena merindu memeluk sungai.
Sungai menempuh jalan panjang demi menuntas rindu memeluk laut.
Di langit, awan dan angin telah berpelukan.
Tiada sesiapa menghendaki sendiri yang sepi.
Demikianlah sunah semesta.
Kemarilah, Kekasih! Peluk aku!
Bunga-bunga,
dahan-dahan,
burung-burung,
dan udara terselubung selimut peluk.
Mentari memeluk bumi dengan sinarnya pada siang hari.
Berganti bulan; membelai dan mencium bumi dengan cahaya pada kelam hari.
Semua itu tampak lebih indah saat menjadi latar penghias sepasang kekasih yang menyatu dalam peluk.
———————————————
Oleh Percy Bysshe Shelley [1792 – 1822], penyair terkemuka Inggris. Diterjemahkan dari versi Bahasa Arab berjudul ‘Inaq [Peluk] oleh Juman Rofarif.
Api
9 November 2009 § Leave a comment
Setitik api tumbuh berkobar memanggang kayu.
Kayu terpanggang, dilalap dilepeh menjadi abu,
menyisakan diam yang kusam dan suram:
ke mana api menjelma padam?
Kemang, 06.11.09
Dalam Perjalanan Siang
6 November 2009 § 1 Comment
Jika dalam perjalanan siang ini
engkau mencerca matahari sebab sengat teriknya,
setelah dalam perjalanan pagi
engkau terlena oleh pesona hangat sinarnya,
aku akan mengingatkanmu tentang sebuah malam
yang penuh rindu, saat aku mengingatkanmu tentang takrif cinta.
Ciputat, 01.11.09
Kuceritakan Padamu
6 November 2009 § 2 Comments
Aku memintamu bertahan dalam pelukan tubuhku yang merinding
oleh kelam mendung hitam dan gelegar ayunan halilintar:
akan kuceritakan padamu tentang sejuk hujan.
Aku memintamu bertahan dalam dekapan tubuhku
yang menggigil oleh dingin terpaan-hujan bertubi:
akan kuceritakan padamu tentang indah pelangi.
Kemang, 04.11.09
Sudah Kuingatkan!
30 October 2009 § 1 Comment
Sudah kuingatkan,
berpeganglah erat-erat.
Jangan biarkan dirimu jatuh, Hati!
Sungguh, berpeganglah erat-erat.
Bila jatuh, engkau mudah patah, Hati!
Berpeganglah erat-erat. Sungguh!
Jika patah, engkau akan sakit, Hati!
Sudah kuingatkan!
Sungguh, benar-benar sungguh
sudah kuingatkan.